Selasa, 11 Februari 2014

If I Can Say “I Love You” (Horor)



Keiko memandang langit musim panas yang bertaburan bintang. Tapi perlahan air matanya mengalir, seakan-akan langit yang cantik menunjukkan sesuatu yang tidak menyenangkan padanya. Ya, kenangan manis yang berakhir dengan kepahitan untuk Keiko. Kenangan yang tidak akan pernah bisa ia lupakan.

Jepang, 15 Agustus 2000
“Keiko!” suara itu menyentakkan Keiko dari lamunannya. Ia menoleh ke arah sumber suara, kemudian mendesah lega melihat pemuda yang dinantinya sedang berlari kecil ke arahnya.
“Kazehaya-san.” Sambut Keiko ketika pemuda itu berada di hadapannya dengan nafas sedikit terengah.
“Apakah aku membuatmu menunggu?” tanya pemuda yang dipanggil Kazehaya.
Keiko tersenyum lagi, kemudian menggelengkan kepalanya. “Tidak, aku baru beberapa menit disini.”
Sesaat Kazehaya menatap Keiko dari ujung kepalanya, membuat Keiko sedikit salah tingkah ditatap seperti. “Apa kau tau? Ini Festival Musim Panas! Kenapa tidak menggunakan yukata sih?” ucapan Kazehaya membuat Keiko tambah salah tingkah. Ia memandang pakaiannya yang hanya dress terusan berwarna biru laut dengan sepatu flatnya.
“Ah, Maaf. Aku pikir nanti akan merepotkan Kazehaya-san bila aku menggunakan yukata.”
“Bicara apa kamu ini. Aku tidak akan merasa kerepotan. Karena aku kekasihmu.”
“Ah. Ma.. maafkan aku.”
“Ah, sudahlah, Jangan minta maaf lagi. Tahun depan aku ingin melihatmu menggunakan yukata. Sekarang karena kamu sudah begini manis, aku maafkan.” Kazehaya menggenggam erat jemari Keiko, membuat wajah Keiko bersemu merah.
“Ahh, disana ada penjual kembang gula! Ayo kita beli. Bukankah, kamu menyukai kembang gula?” tanya Kazehaya sedikit mengejutkan Keiko. Samar, Keiko tersenyum, kemudian berusaha mengikuti langkah Kazehaya menuju penjual kembang gula yang ditunjuk Kazehaya tadi.
Keiko dan Kazehaya, pasangan muda yang baru jadian beberapa bulan. Pasangan yang sangat bertolak belakang, dan mengejutkan seluruh isi sekolah SMA Tatsuno. Keiko Minagawa adalah salah seorang siswi teladan yang selalu meraih rangking 1 di sekolahnya. Sedangkan Kazehaya Shinji adalah yang terbuntut di sekolahnya, selalu ditegur guru karena datang terlambat, nilai yang jelek, dan kenakalan lainnya. Perkenalan mereka terjadi karena wali kelas Kazehaya yang meminta tolong pada Keiko untuk mengajari Kazehaya agar nilai-nilai pelajarannya meningkat. Awalnya Keiko sangat keberatan, karena ia gadis yang pemalu dan kurang bisa berinteraksi dengan lawan jenis, terlebih lagi pemuda seperti Kazehaya yang terkenal blak-blak’an, tidak peduli cewek maupun cowok. Tapi ternyata setelah ia melewati hari-harinya dengan mengajari Kazehaya, pemuda itu tidak seperti yang Keiko duga. Kazehaya sangat supel, periang, dan optimistis, meskipun terkadang Keiko merasa sedikit sebal dengan kata-kata Kazehaya yang blak-blak’an namun selalu tepat sasaran. Misalnya saja ketika Keiko dimintai tolong oleh seorang guru untuk menyusun daftar murid padahal hal seperti itu adalah tugas para guru, dan Keiko sama sekali tidak menolak. Bukan karena ingin, tetapi karena tidak bisa menolak. Keiko sangat takut para guru akan menganggapnya sebagai murid yang sombong, tidak mau membantu guru karena ia adalah murid teladan. Tapi saat itu Kazehaya kebetulan melihat kejadian itu dan langsung menarik tangan Keiko. Hal itu tentu saja mengejutkan Keiko dan guru itu. Tapi Kazehaya tidak memperdulikan guru yang memanggilnya dan berteriak marah padanya. Ia membawa Keiko ke kelas tempat dimana mereka biasa belajar bersama. Saat itu Keiko ingin marah, karena Kazehaya seenaknya menarik tangannya. Tapi kalimat yang keluar dari mulut Kazehaya membuat Keiko seakan tertusuk. “Apa karena kamu murid teladan jadi kamu harus melakukan semua hal itu meskipun kamu tidak ingin sekalipun?” ucapan itu membuat Keiko tertegun dan terdiam. Ia tidak bisa berkata apapun, dan saat itu tubuhnya bergerak sendiri. Ia berlari meninggalkan Kazehaya.
Keesokan harinya, Kazehaya meminta maaf pada Keiko dan membuat suatu pernyataan yang membuat Keiko terkejut. Kazehaya menyatakan cintanya. Pada awalnya Keiko hanya berpikir Kazehaya tidak serius dan hanya ingin mempermainkannya. Tapi, Kazehaya adalah pemuda yang pantang menyerah. Setiap hari ia menyatakan cintanya pada Keiko, membuat Keiko tanpa sadar jatuh cinta pada Kazehaya, dan akhirnya menerima Kazehaya menjadi kekasihnya.
Hari ini, tepat 3 bulan Kazehaya dan Keiko menjadi sepasang kekasih. Selama 3 bulan pula, Keiko belum pernah menyatakan perasaan sayang dan sukanya pada Kazehaya. Setiap ingin mengungkapkan perasaannya, jantung Keiko akan berdegup dengan sangat kencang, wajahnya semerah kepiting rebus, dan lidahnya seakan kelu. Tapi Kazehaya tetap menanti, hingga Keiko bisa mengungkapkan perasaannya.
“Ini kembang gulanya.” Ujar Kazehaya seraya menyerahkan kembang gula berwana pink pada Keiko.
“Terima Kasih.” Ucap Keiko dengan senyum samar, dan langsung melahap kembang gula yang sudah berada di tangannya. Kazehaya mengerutkan dahinya, memandang kekasihnya yang belepotan dengan kembang gula, kemudian tersenyum kecil. Tiba-tiba, pemuda itu menunduk dan mencomot sedikit kembang gula yang berada di tangan Keiko. Wajah mereka hanya berjarak beberapa centi, membuat Keiko secara refleks menjauhkan wajahnya dan menunduk menyembunyikan wajahnya yang semerah kepiting rebus.
“Ini, benar-benar manis.” Kazehaya mengernyit tidak suka, sedetik kemudian ia menampakkan sederet giginya yang putih dan cemerlang pada Keiko.
“Kenapa wajahmu semerah kepiting rebus Keiko?” tanya Kazehaya dengan nada menggoda di dalamnya. Keiko mengigit bibirnya, menundukkan kepalanya semakin dalam.
“Apa kau sakit?” tanya Kazehaya lagi seraya menempelkan dahinya pada dahi Keiko. Tentu saja hal itu membuat Keiko semakin salah tingkah.
“Ah, ti..tidak. i..itu..” Keiko tergugup sambil menggoyangkan kakinya. Membuat Kazehaya tidak bisa menahan tawanya.
“Haha.. Kau lucu sekali.. benar-benar manis. Aku menyukaimu Keiko.” Kazehaya tersenyum lembut sambil mengusap pipi Keiko yang bersemu merah.
“A..akuu.. juga su..su..” Keiko mengigit bibirnya berusaha membalas perasaan Kazehaya.
“Apa yang ingin kau katakan? Aku tidak bisa mendengarnya.”
“Aa..ku..Su..su..”
“Ah, sudahlah. Ayuk jalan.” Kazehaya membalikkan tubuhnya. Keiko menunduk kecewa, lagi-lagi ia tidak bisa mengungkapkan perasaannya.
Besok aku harus bisa mengatakannya. Janji Keiko pada dirinya sendiri. Malam itu, menjadi kenangan yang tak terlupakan oleh Keiko. Berulangkali Kazehaya melakukan hal yang tidak bisa Keiko tebak sendiri dan seringkali membuat Keiko salah tingkah. Tapi Kazehaya juga memberikannya senyum, tawa dan perasaan senang yang sangat jarang Keiko rasakan.
Jepang, 18 Agustus 2001
Keiko memandang langit musim panas yang bertaburan bintang. Begitu indah dan menawan. Tapi tidak dapat menutupi perasaan Keiko yang begitu kelabu. Perlahan, ia melangkah dengan gontai, melewati beberapa stand yang menjual berbagai macam benda dan permainan, khas festival musim panas. Tapi tak ada satupun yang menarik hati Keiko. Tiba-tiba, langkah Keiko berhenti di salah satu stand permainan menembak. Ia ingat, stand itu pernah ia kunjungi bersama Kazehaya. Di stand itu, Kazehaya hampir menembak semua boneka yang ada, dan membuat pemilik stand panik karena Kazehaya terus dan terus memaksa untuk mengambil semua boneka yang ia tembak. Hal itu membuat kehebohan di antara Kazehaya dan pemilik stand. Pada akhirnya Kazehaya hanya diberi 2 boneka saja. Mau tak mau Keiko tertawa melihat ekspresi Kazehaya yang merengut. Keiko tersenyum kecil mengingat hal itu.
“Apa nona sendirian?” tanya seraut wajah tua yang berdiri di samping stand. Keiko mengangguk pada lelaki tua itu yang ia kenal sebagai pemilik stand.
“Ah, nona yang dulu itukan? Dimana pemuda yang dulu bersama anda?” tanya pemilik stand itu lagi, membuat Keiko terdiam.
“Dia.. dia.. dia.. kecelakaan dan.. dan meninggal, setelah.. pulang dari festival tahun lalu.” Jawab Keiko dengan suara tercekat. Air mata mulai menggenang di pelupuk matanya. Kilasan memori itu menghampirinya lagi.
Malam itu, seusai festival musim panas, Kazehaya mengantar Keiko pulang. Saat itu Keiko tidak tau apa yang akan terjadi. Sesaat setelah mengantar Keiko tepat di depan gang rumah Keiko, sebuah mobil melaju kencang. Kazehaya yang tidak menyadarinya, tak dapat menghindar. Dan tabrakanpun terjadi. Keiko yang baru beberapa langkah, menoleh dan mendapati Kazehaya yang terbaring di aspal dengan berlumuran darah. Dengan segera Kazehaya dibawa ke rumah sakit, tapi nyawa Kazehaya tidak tertolong lagi. Saat mendengar hal itu, dunia Keiko seakan menjadi gelap, ia menangis dan terus menangis. Hingga hari inipun ia masih tidak dapat melupakannya.
“Aku sudah menggunakan yukata, Kazehaya-san. Kenapa kamu tidak datang?” ujar Keiko lirih di sudut taman tempat festival berlangsung. Keiko ingat, taman itu adalah tempat Keiko dan Kazehaya makan seporsi besar takoyaki bersama, hingga Kazehaya tidak kuat untuk berjalan lagi dan terpaksa mereka harus duduk sebentar sambil memandang bintang.
Suasana musim panas tahun lalu, seperti suasana musim panas tahun ini, tapi tanpa Kazehaya di samping Keiko. Dan dengan penyesalan yang selama ini selalu Keiko rasakan, ia tidak sempat mengungkapkan perasaannya.
“Seandainya aku tau.. Seandainya aku tau, kamu akan pergi secepat ini Kazehaya-san. Aku akan mengungkapkannya. Kazehaya-san, aku menyukaimu, aku mencintaimu.” Ujar Keiko tulus di sela tangisnya, air matanya mengalir deras. Tiba-tiba angin bertiup kencang, memaksa Keiko melindungi matanya dari debu yang berterbangan. Setelah angin reda, Keiko membuka matanya perlahan. Sesaat ia tertegun memandang sesosok pemuda yang berada di hadapannya.
“Kazehaya-san..” gumamnya lirih. Pemuda itu menatap Keiko dengan lembut dan senyumnya yang hangat. Kemudian mendekat dan menundukkan kepalanya, mencium kening Keiko lembut.
Seperti angin, pemuda itu membisikkannya dengan suaranya yang khas “Aku tau, kalau kau sangat mencintaiku. Hiduplah bahagia. Aku mencintaimu.” Kemudian angin bertiup lagi, membuat Keiko memejamkan matanya sekali lagi. Ketika ia membuka matanya, air matanya mengalir lagi, lebih deras. Ia tau, ia tidak bermimpi. Perkataan pemuda itu masih terngiang di telinganya, ia masih bisa merasakannya hangat ciuman yang diberikan pemuda itu. Perlahan, Keiko mengusap matanya yang sembab, kemudian menatap langit dan tersenyum lembut.
“Terima kasih Kazehaya-san.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar